watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Gairah pertamaku

Kesan pertama melakukan sesuatu bagi
orang yang belum pernah dialamainya,
sungguh sangat mengasyikkan. Begitu
pula dengan kesan pada pengalaman
pertamaku merasakan hangatnya tubuh
wanita, yang mana terjadi pada waktu
aku kuliah di salah satu perguruan tinggi
di Yogyakarta. Walau sekarang aku
bekerja di bidang travelling di kota Jakarta
dan menjabat sebagai eksekutif di
perusahaan tersebut, namun
pengalaman pertama mencicipi
nikmatnya cinta sungguh sulit dilupakan.
Waktu itu aku lagi suntuk, baru masuk
kuliah 5 bulan. Selesai mengikuti ujian
semester yang melelahkan, aku
menghabiskan waktu bermain billyard di
diskotik Crazy Horse Jl. Magelang Km 4
Yogyakarta. Mungkin dari para pembaca
ada yang pernah kuliah atau pernah
tinggal di Yogyakarta pasti tahu diskotik
tersebut. Aku dengan dua teman kostku
bermain sampai 10 game, dan waktu
sudah menunjukkan pukul 11:30 malam.
Kami sepakat untuk mengakhiri main
billyard dan bersiap untuk pulang.
Namun sewaktu aku akan membayar di
kasir, sempat kulihat ada seorang wanita
muda masuk ke tempat billyard tersebut
dan langsung menghampiri salah satu
meja yang ada di sana. Aku hanya
berpikir mungkin salah satu score girl
yang bekerja di tempat itu, lalu aku pun
acuh saja dan berjalan menuju pintu
keluar bersama kedua temanku.
Tidak sampai semenit, terdengar ada
kegaduhan di salah satu meja billyard,
serempak kami menoleh ke arah situ dan
kulihat wanita muda yang baru masuk
tadi sedang memaki-maki seorang laki-
laki yang saat itu sedang memangku
salah satu score girl. Kami bertiga jadi
tercengang melihat keributan itu, apalagi
sewaktu perempuan muda yang
ternyata cantik itu menampar pipi pria
yang sedang dimaki-maki tersebut.
Kemudian si wanita langsung berlari
menuju pintu keluar sambil menangis,
melewati kami yang masih terperangah.
Kami pun akhirnya juga keluar menuju
tempat parkir motor. Aku mengendarai
sendirian, sedang kedua teman kostku
itu berboncengan.
Baru 500 meter dari tempat billyard
tersebut, kami yang tadinya berkendara
motor sambil mengobrol terkejut begitu
melihat wanita muda yang menampar
seorang pria di tempat billyard tadi,
terpaku berdiri di pinggir jalan sambil
terisak menangis.
Salah satu temanku menegur si wanita,
"Mbak udah malam begini mau
kemana..?"Tapi si wanita itu hanya
menutup wajahnya dan tangisannya
terdengar semakin keras. Kami saling
bertatapan. Melihat gelagat begitu, aku
meberanikan diri untuk
menghampirinya.
"Maaf Mbak, kami bertiga nggak ada niat
jahat, cuma mau menawarkan bantuan,
kalau memang Mbak mau kami bisa
mengantar Mbak pulang." ujarku
sungguh-sungguh.
Melihat tetap tidak ada komentar dari si
wanita, aku pun kembali menyambung,
"Bagaimana Mbak..? Saya serius, tapi
kalau memang Mbak nggak mau ya
sudah kami nggak bisa memaksa. Lagian
apa Mbak nggak khawatir sudah larut
malam begini masih di tengah jalan,
kalau kelihatan orang Mbak lagi
menangis, bagaimana nanti..?"
Kami bertiga saling pandang menunggu
jawaban dari dia, lalu si wanita itu pun
mengangguk tanpa satu patah pun kata
keluar dari mulutnya. Karena yang
mengendarai motor sendirian itu aku, dia
pun membonceng naik ke motorku.
"Pram, aku tak pulang dulu ya? Udah
malam nih, berani kan kamu sendiri?"
salah satu temanku bertanya kepadaku.
"Ya udah nggak apa-apa kok, kalian
pulang duluan saja..!" jawabku.
Lalu kami berpisah, kedua temanku
langsung meluncur pulang ke kost,
sedang aku akan mengantar pulang si
wanita muda itu.
"Rumah Mbak dimana..?" aku bertanya
memecah kebisuan di antara kami.
"Terus saja ke arah selatan." jawabnya
singkat dan terdengar sengau karena
sambil menangis.
Jalan-jalan di kota yang terkenal dengan
kota gudegnya itu pada waktu malam
sudah sepi, aku mengendarai motorku
perlahan menunggu petunjuk dari
wanita di belakangku ke arah mana dia
pulangnya. Kurang lebih 10 menit dia
diam saja.
Aku kembali bertanya, "Maaf Mbak, di
daerah mana sih rumahnya..?"
Si wanita hanya terdengar menghela
nafas, "Taulah Mas, aku malas pulang,
terserah Mas mau mengajak kemana."
jawab si wanita sekenanya.
Terus terang aku jadi bingung dengan
jawabannya itu. Maksudku benar-benar
ingin mengantar dia pulang malah
jawabannya begitu. Jujur saja dahulu
aku masih polos dan lugu, belum
mengerti dan bodoh untuk jawaban
seorang wanita seperti itu. Kalau
sekarang sih justru aku yang menawari
menginap di hotel atau motel.
Setelah 15 menit berputar-putar, aku
bingung mau diajak kemana nih orang..?
Akhirnya aku hanya bilang, "Mbak,
sudah semakin malam nih, bagaimana..?
Aku musti pulang, soalnya besok pagi
aku harus kuliah."
Setelah terdengar terbatuk kecil, dia
menukas, "Mas kost kan..? Kalau nggak
keberatan, aku ikut Mas ke kost aja, tapi
kalau nggak mau ya aku turun disini saja
deh, nggak apa-apa kok."
Aku jadi semakin bingung dengan
jawabannya itu.
"Ah gimana ya..? Nggak apa-apa nih
kamu ke kostku..?" tanyaku setengah
tidak percaya.
Sebagai jawabannya, si wanita yang
duduk membonceng di belakang
motorku itu malah melingkarkan
tangannya memeluk pinggangku. Mimpi
apa aku semalam sampai ketemu wanita
macam begini.
Aku menjalankan motorku ke arah kost
sambil tubuhku merinding, karena dua
bola daging di dada si wanita itu
menyentuh punggungku begitu dia
merapatkan tubuhnya memeluk
tubuhku. Sesampainya di kost, kulihat
kamar kedua teman kostku sudah gelap,
menandakan mereka sudah terlelap.
Rumah kostku memang hanya dihuni
bertiga, pemilik rumah tidak tinggal
disitu, jadi kalau ada teman atau
saudaraku yang menginap disitu, mau
tidak mau ya tidur di kamarku. Begitu
juga yang kualami sekarang, aku jadi
bingung, masak sih aku tidur satu kamar
dengan perempuan yang belum
kukenal?
Setelah membersihkan badan dan
mengganti baju, aku menawari dia
minum, "Mau minum apa Mbak..?"
Sambil tersenyum manis dia hanya
menyahut, "Air putih saja lah, tapi
ngomong-ngomong maaf ya aku jadi
merepotkan."
"Allaa .. nggak apa-apa." ujarku, namun
di dalam hati aku berdebar bagaimana ya
nanti aku tidur satu kamar dengan
wanita yang baru 2 jam kukenal.
Setelah bisa menenangkan hati, aku
menyambung, "Oh iya Mbak, mau ganti
baju..? Pakai saja kaosku, sebentar ya
kuambilkan, oh iya kalau Mbak mau
mandi, biar aku ambilkan handuk
sekalian ya..?"
"Aduh Mas, sudahlah jadi ngerepotin nih,
sebenarnya sih kalau bisa aku juga mau
pinjam celana pendek saja, boleh..?" si
wanita berkata dengan wajah masih
sembab.
"Nggak apa-apa kok, sekalian aja ya? tapi
kalau baju dalam cewek aku nggak
punya." ujarku sambil tersenyum
memberanikan diri menggodanya.
Si wanita tertawa geli mendengar
perkataanku tadi.
"Aduuh.., cantik sekali jika dia tertawa.."
kataku dalam hati.
Sambil tersenyum, si wanita
mengulurkan tangannya dan berjabat
tangan denganku, "Widya." dia
memperkenalkan diri.
"Namaku Pram, nama kamu bagus
Mbak." jawabku sekaligus memuji
namanya sunguh-sungguh.
Dia hanya tersenyum menanggapinya,
lalu diambilnya celana, kaos dan handuk
dari tanganku dan langsung menuju
kamar mandi.
Sambil menunggu Widya mandi, aku
menata kamar, kuambil bantalan sofa di
teras dan kuatur sedemikian rupa
berjejer di lantai membentuk tempat
tidur. Beberapa saat kemudian Widya
keluar dari kamar mandi dengan
mengenakan kaos dan celana pendekku
yang terlihat kebesaran, jadi terlihat lucu
di mataku, namun bagiku tetap terlihat
cantik dan manis. Kemudian kami pun
terlibat obrolan hangat di serambi depan
kamarku, sambil menikmati minuman
hangat yangkusodori.
Kuperhatikan Widya memang cantik,
putih dengan rambut sebahu diikat
dengan karet gelang, dadanya
membusung penuh, bibirnya merah
segar walau tanpa polesan lipstik
maupun kosmetik lainnya. Tingginya
sekitar 165 cm, dengan body yang
bagiku sangat proposional. Kutaksir
umurnya walau lebih tua dariku tapi tidak
lebih dari 25 tahun. Dia menceritakan
bagaimana tadi dia sakit hati dengan
pacarnya yang sedang memangku
wanita lain, bagaimana sikap pacarnya
itu akhir-akhir ini. Pokoknya dia
mencurahkan semua isi hatinya
kepadaku, dengan rokok yang tidak
berhenti mengepul dari bibir seksinya,
sedang aku hanya termangu
mendengarnya.
Tidak terasa 1 jam lamanya kami
mengobrol dan mataku semakin terasa
berat.
Lalu aku memotong pembicaraanya,
"Mbak, aku mau tidur dulu ya..?" kataku
dan Widya masih asyik dengan sebatang
rokoknya.
"Oh ya, silahkan Mas, nggak apa-apa,
kan aku masih mau menikmati malam
ini..!" jawabnya.
Kemudian aku masuk ke kamar,
kutinggalkan Widya yang masih duduk
di teras depan kamarku, langsung
kurebahkan tubuhku di bantalan sofa
yang kuatur sedemikian rupa di lantai
membentuk tempat tidur.
Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba
aku terbangun karena merasakan geli di
sekitar selangkanganku. Masih setengah
sadar kurasakan ada sesuatu yang
membuat kelakianku berdenyut-denyut
bercampur geli. Begitu kubuka mataku,
bagai disambar geledek rasa terkejutku,
di keremangan lampu tidur, aku melihat
Widya menindih pangkal pahaku dan jari
di tangannyayang mungil itu tengah
mengelus-elus batang kejantananku
yang sudah terbuka lepas dari
celanadalamku, sedang sarung yang
biasa kupakai kalau aku tidur itu sudah
terbuka seluruhnya. Sedang bibir dan
mulutnya tengah asyik menciumi
pangkal dari kemaluanku.
"Mbak..! Kk.. kkhh.. kamu lagi.. lagi..
ngapain..?" kata-kataku tercekat di
kerongkongan menyadari semua
ulahnya.
Sungguh kupikir aku sedang bermimpi,
namun begitu kucubit pipiku sendiri
terasa sakit, baru aku sadar itu memang
nyata. Ya Tuhan! terus terang aku benar-
benar memang belum pernah
diperlakukan demikian oleh wanita,
walau sudah 2 kali pacaran.
Begitu tahu aku sudah terbangun dan
sadar sepenuhnya, Widya melirik ke
arah bola mataku, dia tersenyum sambil
tangannya tetap mengelus batang
kemaluanku.
"Hmm.., boleh kan aku memberi
sesuatu sekedar membalas kebaikan
kamu..?"
Tubuhku gemetar dan keringat dingin
mulai keluar dari pori-pori kulitku.
Perlahan aku berusaha melepaskan diri
dari tindihan tubuhnya.
Masih tergagap aku menanggapinya,
"Ta.. tt.. tapi, eeng.. Mbak.. ee.. kamu..,
eh, Mbak nggak perlu begini.."
Perlahan Widya beringsut ke atas dan
berbisik pelan di telingaku, "Mbok jangan
panggil aku Mbak dong..?" sambil jemari
di tangannya masih tetap mengelus
rudalku.
Usahaku untuk melepaskan diri
sepertinya semakin sulit, karena tubuh
Widya sekarang sudah menindih
tubuhku."Lalu..? Aku.. ee.., musti panggil
apa..? Kan umur Mbak lebih tua..?"
tanyaku terbata-bata.
Tangan Widya sekarang mulai mengurut
kemaluanku perlahan dari atas terus ke
bawah, demikian berulang-ulang. Sontak
aku kelojotan menerima perlakuannya.
"Terserah deh.., mau panggil apa, yang
penting aku sekarang mau memberi
hadiah spesial buat kamu sayang, pasti
kamu akan sangat menikmati."
Suaranya terdengar sangat seksi di
telingaku, karena memang saat itu
mulutnya sedang menciumi daerah
belakang telinga kiriku. Mataku terpejam
menikmati buaian gairah dan hembusan
kenikmatan yang diberikan Widya
melalui remasan tangan di batang
kemaluanku.
"Mbak.., oohh.. akhh.. aa.. aku.. belum
pernah.. eengg.. belum pernah dii.. ee..
begini.. sama.. ee.. perempuan.., Mbak.."
masih tergagap aku dengan polosnya
terus terang ke padanya.
Sementara batang kejantananku tambah
berdenyut keras diremas-remas dan
diurut oleh tangan Widya yang bagiku
sangat terampil.
Kuperhatikan Widya tersenyum, "Aku
tau sayang, kamu memang baik, sangat
baik malah, dan kamu sangat polos, aku
sangat.. hmm.. aku senang jika aku bisa
merasakan keperjakan laki-laki yang
masih lugu seperti kamu.." kata-kata
terakhir Widya terdengar malu-malu.
"Tapi Mbak, eengg.. apa Mbak.. ee..
nggak merasa bersalah..? Kan Mbak
sudah punya pacar..?" sahutku.
Kembali dia tersenyum dengan
manisnya, lantas Widya menjawab,
"Sudahlah Pram sayang, jangan
omongin dia lagi ya..? Pokoknya aku
malam ini milik kamu, titik..! Lagian kan
aku tadi bilang kalau.. eeng.. terus terang
saja, aku ingiinn banget mencicipi
keperjakaan.. hhmm.. jangan marah
ya..?"
Mendengar perkataan Widya tadi, aku
jadi senang, "Kenapa mesti marah..?"
kataku dalam hati.
Selesai Widya berkata begitu, mulutnya
mulai mendarat di bibirku, dilumatnya
bibirku dengan lembut, kubalas lumatan
bibirnya dengan penuh gairah,
sementara jemari tangannya semakin
keras mengayunkan batang kemaluanku
naik turun. Perlahan dilepaskan lumatan
mulutnya pada mulutku, bibirnya
menelusur perlahan ke arah leherku,
terus ke bawah bermain di sekitar
dadaku, dijilatinya puting di dadaku. Aku
kegelian.
Setelah puas bermain di dadaku, mulut
Widya terasa menjalar ke bawah
melewati perut langsung ke pusat
kemaluan di selangkanganku. Kulirik ke
bawah bertepatan dengan saat itu
matanya sedang menatapku, lalu dia
tersenyum, membuka mulutnya dan
sedetik kemudian, "Aaahh.. God..!"
jeritku dalam hati, karena mendapati bibir
mungilnya yang terbuka tadi sudah
mencaplok kepala di batang rudalku.
Diturunkan kepalanya dan otomatis
batang kemaluanku terus tenggelam di
dalam mulutnya. Demikan terus mulut
Widya menghisap kemaluanku.
Di sela hisapan dan jilatan mulutnya,
Widya memuji kemaluanku, "Pram..,
hmm.. aku sudah menduga.., hhmm..
punya kamu ini paling nggak ada 16 cm,
lumayan sih.. tapi eengg.., lingkarannya
ini lho, wahh..! Bisa dibayangin..,
tanganku aja nggak muat megangnya,
apalagi.. enngg.., masuk ke memekku
yah..?" malu-malu Widya mengatakan
begitu dengan wajahnya yang bersemu
merah.
"Mbak.., oouuhh.., Mbak.. enak Mbak,
mulut kamu bikin punyaku kayak mau
meledak nih..!" desahanku keluar karena
tidak tahan dengan mulut dan bibirnya
yang menggarap sekujur rudalku.
"Jangan Pram! Jangan meledak sekarang!
Ntar aja ya.., di dalam punyaku..?"
Kontan Widya menyudahi aksinya,
lantas dia menyambung perkataannya,
"Ngomong-ngomong, kamu belum
pernah kan mencicipi kemaluan cewek..?
Mau nggak..?"
"Glek!" aku hanya menelan ludah
membayangkan tawaran yang selama
ini hanya dalam mimpiku.
"Eee.., kayak apa sih rasanya..? Di film BF
kayaknya nikmat banget menjilat memek
cewek.."
Widya tertawa geli mendengar
kepolosanku, "Memang kok, makanya
dicobain deh, sebentar ya..?"
Widya bangkit dari tubuhku, dia berdiri
di atasku dan tanpa malu-malu lagi
Widya melorotkan sendiri celana pendek
yang dikenakannya sekaligus celana
dalamnya, namun kaosnya tidak ikut
dilepas. Melihat aksi wanita cantik itu, aku
hanya bengong dan berkali-kali menelan
ludah menahan nafsu yang kian
memburu. Lalu tanpa diduga, Widya
berdiri tepat di atas wajahku yang masih
tiduran di lantai, dikangkanginya kedua
kaki jenjang milik Widya itu, hingga
bulu-bulu lebat di sekitar
selangkangannya jelas terlihat yang
diantara bulu-bulu tersebut terlihat
menyempil secuil daging kemerahan
menutupi lubang kemaluan milik Widya
yang sangat indah.Sepertinya Widya
membiarkanku menikmati sesaat
pemandangan indah yang baru kali ini
kunikmati.
Sambil tersenyum, perlahan Widya
menurunkan tubuhnya, berjongkok di
atas dadaku. Sudah ratusan kali aku
menelan ludahku sendiri menahan
gejolak gairah yang benar-benar baru
pertama kali sensasi yang diperlihatkan
wanita seperti ini dalam hidupku. Dengan
posisi dimana Widya duduk di atas
dadaku, kemaluan Widya yang hangat
dengan bulunya yang lebat dan sedikit
kebasahan terasa menyentuh kulit di
dadaku. Perlahan dibuka kedua paha
Widya semakin melebar,
memperlihatkan semakin jelas bentuk
kemaluan seorang wanita, karena
kemaluan Widya sekarang hanya
berjarak sekitar 10 cm di depan wajahku.
Kuperhatikan dengan seksama, "Ooo,
begini toh memek cewek itu..!" kataku
dalam hati.
Tampak jelas sekarang secuil daging
kemerahan yang tadi terlihat, yang
ternyata adalah bentuk dari bibir luar
kemaluan wanita. Terlihat sedikit terbuka,
memperlihatkan bibir bagian dalam
lubang kemaluan milik Widya tersebut.
Sementara di bagian pucuk atas bibir
kemaluan itu bertengger dengan
indahnya secuil daging berwarna merah
muda menonjol keluar. Aku menduga ini
pasti klitoris atau kelentit wanita.
Ada sekitar 3 menit aku terpana
memperhatikan semua pemandangan
dahsyat yang baru kali ini kunikmati
dalam hidupku.
"Aduuhh..!" aku menjerit kecil kaget
ketika tangan Widya mencubit pipiku.
"Iiihh.., kamu ngeliatin apa sih Pram..?"
Widya bertanya pura-pura tidak tahu.
Wajahku terasa panas menahan malu.
"Cuma mau dilihatin aja ya..?" kembali
Widya membuatku sedikit kikuk.
"Eehh.. ohh.. nggak, habis punya kamu
bagus sih..!" aku menjawab sekenanya,
karena tidak tahu apa yang harus
kukatakan.
"Ah masa sih..?" sahutnya, lalu seperti
memancing gairah kelakianku, jari
telunjuk di tangan Widya mengusap-
usap bagian klitorisnya sendiri, dipelintir
sedemikian rupa hingga sepertinya
benda kecil di kemaluan Widya itu
tambah mencuat keluar.
"Masa sih memekku bagus heh..? Bagus
apanya..? Kalau bagus kok cuma diliatin
aja..? Heh..?" Widya menyambung
perkataannya yang terdengar suaranya
sangat seksi.
Selesai berbicara, perlahan Widya
menggerakkan pantatnya beringsut ke
depan, menyodorkan kemaluannya
seperti dipersembahkan kepada mulut
dan bibirku. Sekarang jarak liang vagina
Widya dengan wajahku hanya tinggal
sekitar 5 cm. Dan kontan merebak
aroma khas kemaluan seorang wanita
menusuk hidungku. Sebuah aroma dan
bau yang juga baru kali ini aku
merasakannya. Begitu harum dan
lembut seperti bau daun pandan. Sesaat
aku memejamkan mata menikmati
aroma yang tercium lembut, gurih
menembus hidungku.
"Iiihh.., nih anak..! Ngapain sih..?
Kayaknya kok dari tadi cuma ngeliatin
aja, sekarang cuma mencium baunya
aja..!" suara Widya sontak
membuyarkan lamunanku.
Kulihat wajahnya terlihat cemberut. Aku
tersenyum melihat ulahnya.
"Iya Mbak! Mosok nggak boleh sih aku
menikmati dulu harumnya kemaluan
Mbak..? Beneran kok Mbak, memek Mbak
haruumm.. banget..!" aku mencoba
merayu Widya.
Langsung ditanggapi olehnya, "Iya
apa..?! Tapi katanya mau mencoba
ngerasain memek cewek, kok didiamkan
aja, lagian.. Ooouuhh Pram..!
Ouuffsshh.. aduhh nakal kamu..!
Yaahh.., gitu dong.. sshhtt..!" omongan
Widya terputus begitu aku mulai
mengangkat kepalaku guna menjulurkan
lidahku dan menjilat bibir luar
kemaluannya, karena aku sendiri
sebenarnya sudah tidak sabar ingin
segera merasakan dan mencicipi
bagaimana sih rasa kemaluan wanita.
Lubang kemaluan Widya yang sudah
setengah merekah itu begitu
mengundang hasratku untuk
menyusupkan lidahku ke dalamnya.
Perlahan kusapu bibir kemaluan Widya
bagian bawah, dan.. eehh ternyata ada
sedikit kebasahan disitu, sejenak kukecap
kebasahan berupa lendir bening yang
dikeluarkan liang surga milik Widya itu.
"Hhmm.., lezat sekali..!" kataku dalam
hati sambil meresapinya.
"Ehh Mbak, ee.. enak juga ya Mbak..?"
ujarku sambil menikmati rasa gurih
lendir itu.
Sambil merintih manja, Widya
menyahut, "Ouuhh Pram.., itu baru
lendir pelumas aja, coba dehnanti..
oohh.. sstt.. kamu akan tambah
menikmati lendir yang keluar kalau aku
orgasme nanti, makanya kamu harus
berusaha membuatku puas, Pram..!"
Sementara pahanya dibuka semakin
lebar memberi ruang gerak lebih leluasa
buat lidah dan mulutku bergerak.
Kembali aku menjulurkan lidahku
menyusup diantara belahan bibir
kemaluan Widya sambil dibantu oleh
jari-jarinya menguakkan belahan itu
semakin lebar.
"Oouuhh.. oouuff.. sstt.., yah begitu
sayangg.. terus masukkan lidah kamu
lebih dalam..! Yaahh.. teruuss..
ooughh.." erangan Widya terdengar
lembut dan bergairah menikmati
sentuhan lidahku.
Apalagi petualangan lidahku mulai
menyentuh secuil daging kelentit yang
sudah terasa semakin keras mencuat
keluar dan membuat Widya merintih
keras.
"Pramm.., yahh.. betull..! Teruss.., yang
lembut sayangg..! Oouff.. eesshhtt..
sstt.. edann..! Enak banget..! Aduuhh..,
eesshh.. kamu ternyata.. uuff.. ternyata
pintar juga.. eesshhtt.." desahnya tidak
berhenti.
Sebenarnya aku hanya mempraktekkan
apa yang selama ini kulihat di film BF,
bagaimana cara perlakuan oral sex pada
liang kemaluan wanita.
Kembali terasa di lidahku lendir yang
keluar dari liang kemaluan Widya
semakin banyak. Oohh Tuhan! Ternyata
betapa nikmatnya rasa lendir kemaluan
wanita itu. Aroma harum kemaluan milik
Widya semakin tajam menusuk
hidungku seiring semakin banyaknya
lendir itu membanjir keluar dan
membuatku semakin bernafsu terus
menjilati seantero kemaluan Widya,
terutama klitoris yang berwarna merah
muda itu memang sangat
membangkitkan hasratku untuk lebih
bernafsu menjilatinya. Daging kelentit itu
terus kusentil dengan lidahku dengan
irama yang teratur, baik ke samping
maupun ke atas dan ke bawah.
"Adduuhh.. Praamm.. eesshhtt.. pintar
sekali kamu..! Yahh begitu.., teruuss..
duhh Gusti.. nikmat sekali..! Adduuhh..,
kayaknya aku mau sampai nih..!
Teruss..!" rintihan Widya terdengar
semakin keras, dan malah sekarang
seperti menjerit kecil, apalagi entah
perintah dari siapa, aku yang tadi
membuat gerakan menjilat, sekarang
mulai memagut kelentit itu dan langsung
kukulum layaknya mengulum permen.
Kukulum dan kuemut dengan mulutku
daging kelentit milik Widya dengan
gemas bercampur nafsu. Kontan tubuh
Widya kelojotan, menggelinjang hebat
merasakan nikmat yang amat sangat di
pusat kenikmatan yang terletak pada
kelentitnya. Bongkahan pantat milik
Widya yang tadi mendudukidadaku,
entah refleks atau apa, sekarang semakin
maju dan aku yang tadi agak
mengangkat kepala untuk menggarap
kemaluannya dengan mulutku, sekarang
bisa bersandar pada bantalan sofa di
lantai, karena bongkahan pantat Widya
sekarang tepat di atas kepalaku. Sekarang
posisi tubuh Widya duduk bersimpuh
yang mana kepalaku otomatis tenggelam
di jepitan kedua pangkal pahanya.
Posisi demikian terus terang membuatku
sulit bernafas, apalagi mulutku masih
terus mengulum dengan buasnya
daging kelentit milik Widya yang
sepertinya terasa semakin tegang dan
keras.Sementara dari sela-sela bulu
kemaluannya, aku masih sempat melihat
kedua tangan Widya meremas-remas
kedua payudaranya seperti berusaha
menambah rangsangan terhadap
dirinya. Terlihat juga kepala Widya
mendongak ke atas dan kedua bola
matanya mendelik-delik serta pupil hitam
di matanya sudah tidak terlihat, hanya
terlihat warna putihnya saja.
"Pramm.. enngg.. oouukkhh.. esstthh..
Ya ampun Tuhann..! Adduuhh.. yyaahh..
sedikit lagi.. yahh.. uuff.. kkhh.. kk.. ka..
kamu ingin merasakan.., ouuhh.. ingin
mencicipi lendirku kaann..? Yaahh..
sedikit lagi.. dikiit lagi sayaangg..!
Makanya.., uughh.. emut terus..!
Adduuhh.., lebih keras lagi. Yaahh..,
terus hisap itilku.., teruuss.. emut yang
kuat sayang, yaahh begitu..!" jeritan dan
rintihan kenikmatan Widya terdengar
putus-putus, sementara aku terus
menghisap sambil menarik-narik kuat
kelentit itu masuk ke dalam mulutku.
Dan tiba-tiba suara desahan itu berhenti.
Sama sekali tidak terdengar jeritan
maupun rintihan Widya, yang ada hanya
tubuhnya bergetar hebat, kelojotan yang
membuat pantat dan pinggulnya
bergoyang kesana kemari, namun
pagutan dan hisapan mulutku pada
kelentitnya tetap tidak kulepaskan, mau
tidak mau kepalaku ikut bergerak
mengikuti gerakan liar bongkahan
pantatnya, padahal tanganku yang dari
tadi meremas-remas bongkahan pantat
milik Widya itu sudah berusaha
menahan gerakan liarnya itu. Aku tetap
bertekad mempertahankan posisi
mulutku menghisap dan memagut
daging kelentit Widya.
Semenit kemudian kelojotan tubuh
Widya terhenti, yang kurasakan
tubuhnya meregang hebat, kedua
pahanya kejat-kejat menghimpit kuat
kepalaku yang membuatku sangat sulit
untuk bernafas, namun aku rela
menahan nafas hanya untuk menanti
apa yang terjadi pada saat-saat dimana
Widya akan menjemput puncak
kenikmatan sejatinya.
Kembali Widya menjerit-jerit, "Aahh..,
esshtt.. ituu..! Yahh.. ituu..! Aduuhh..
enakkhh.. enak banget..! Aahh.. esshhtt..
aduuhh.. ini sayangg..! Yaahh.., ini aku
keluarin ya..? Oouuffsshhtt.. nikmatt
sekalii.., yaahh..!"
Benar saja, beberapa detik setelah itu,
terasa di lidahku semburan hangat cairan
lendir itu keluar tertangkap di ujung
lidahku, mengalir menerobos masuk ke
dalam mulutku, terus menyerbu ke
dalam kerongkonganku dan langsung
kutelan. Benar seperti yang dikatakan
Widya, lendir bening yang dikeluarkan
lubang kemaluannya benar-benar sangat
lezat, gurih dan ada sedikit rasa manis
bercampur asin. Sungguh suatu sensasi
yang baru pertama kali kualami dalam
hidupku.
Entah mungkin ada 5 atau 6 kali mulutku
menangkap semburan cairan lendir yang
membanjir keluar dari lubang kemaluan
Widya. Saking derasnya aliran lendir itu
menyembur mulutku sampai tersedak.
Dan semburan cairan itu semakin
melemah sampai akhirnya berhenti
sama sekali, hanya berupa tetesan-
tetesan saja yang tentu tidak kulewati
begitu saja. Jepitan kedua paha Widya di
kepalaku terasa mengendur, hingga aku
dapat mengambil nafas panjang.
Kuhirup udara dalam-dalam karena ada
lebih semenit aku menahan nafas sampai
dadaku terasa sesak. Namun
pengorbanan itu kuanggap sesuai
dengan sensasi dasyat yang kudapatkan
melalui hisapan dan jilatan mulut serta
lidahku di setiap inchi pada lubang
kemaluan Widya, hingga mimpiku bisa
menjadi kenyataan untuk merasakan
nimatnya, lezatnya, enaknya cairan lendir
yang dikeluarkan liang vagina seorang
wanita.
berikutnya Widya merebahkan tubuhnya
di atas tubuhku, dengan posisi
pinggulnya masih menindih dadaku,
punggungnya menindih batang
kemaluanku tapi kepalanya di atas kakiku
dan kedua kakinya menjuntai lurus
melewati atas kepalaku. Sementara
tubuhku bagian atas mulai dari dada
hingga wajah basah oleh cairan lendir
yang hangat, terasa melekat pada pori-
pori di permukaan kulitku. Dada Widya
terlihat naik turun beriringan dengan
nafasnya yang naik turun sisa dari
kenikmatan yang baru saja dicapainya.
Selang beberapa menit kemudian setelah
nafasnya mulai teratur, Widya bangkit
dari tubuhku, dan dapat kulihat dengan
jelas raut wajahnya yang memerah,
dengan rambut yang berantakan,
namun justru menambah keseksiannya.
Sambil tersenyum manis, dia berkata
kepadaku, "Ouhh Pram.., aku benar-
benar nggak menduga, kamu begitu lihai
dengan permainan mulutmu, padahal
kamu belum pernah selain dengan aku
kan..? Apa kamu bohong ya..?"
Aku menyahutnya dengan serius, "Lho
kok nggak percaya Mbak..? Memang aku
sudah pernah punya pacar 2 kali, tapi
demi Tuhan, pacaranku sebatas ciuman
thok..! Nggak lebih, swear Mbak..!"
Widya tersenyum geli melihat
kepolosanku, "Iya.. ya.. aku percaya..!
Lagian seandainya kamu bohong pun,
aku nggak keberatan kok, masa bodo..!
Yang penting aku enak, habis mulut dan
lidah kamu itu lho bikin aku terbang ke
awang-awang, nggak tau deh kalau
senjata kamu itu bisa bikin aku juga
terbang melayang nggak.."
Widya menanggapi keseriusanku
dengan kerlingan nakal matanya yang
menggoda. Tetapi habis berkata begitu,
tangannya meraih batang kemaluanku
yang dari tadi berdenyut-denyut.
Diusapkannya perlahan batang rudalku
dengan jari-jarinya yang lembut. Aku
berdebar menanti aksi Widya
selanjutnya. Setelah puas mengurut dan
meremas-remas kemaluanku, Widya
memposisikan tubuhnya berjongkok di
atas perutku. Aku masih menduga-duga
apa yang akan dilakukannya. Sepertinya
dia akan menyusupkan batang
kemaluanku pada lubang vaginanya
dengan posisi seperti itu. Dadaku
semakin berdebar menanti saat-saat
dimana aku akan merasakan pertama kali
dalam hidupku bagaimana nikmatnya
bersanggama dengan seorang wanita.
Seperti tahu akan perasaanku, Widya
mencoba membuatku rileks, "Pram..,
kok kamu tegang sih..? Santai saja, Mbak
maklum kalau kamu tegang begitu, Mbak
dulu juga seperti kamu, gelisah dan
tegang, nih coba ya..? Kamu tutup mata
kamu, tarik nafas dalam-dalam..!" kata-
kata Widya terputus begitu ujung di
kepala kemaluanku menyentuh sesuatu
yang hangat, basah dan kenyal.
Tapi aku tahu itu pasti bibir luar
kemaluan Widya. Dengan telaten tangan
Widya membimbing batang rudalku
untuk mendapatkan posisi yang tepat
agar jalan batang kemaluanku
menembus liang kemaluannya bisa pas.
Begitupun dengan pinggul Widya sedikit
digoyangkan, agar posisi ujung kepala
kemaluanku bisa tepat dalam jepitan bibir
kemaluannya.
Aku memejamkan mata mengikuti
nasehat Widya sambil merasakan geli
bercampur ngilu. karena menikmati
gesekan kulit kepala kemaluanku dengan
bibir kemaluannya. Kuatur nafasku, dan,
"Bleess..!" begitu Widya menurunkan
pinggulnya, terasa batang kemaluanku
perlahan menerobos masuk ke dalam
lubang vaginanya.
Ohh Tuhann..! terasa begitu lembut dan
hangatnya bibir dan dinding kemaluan
milik Widya ini mendekap sekujur
batang kemaluanku.
"Oouhh.. Mbaakk..!" hanya itu rintihan
yang keluar dari mulutku mewakili
berjuta kenikmatan yang baru kali ini
kurasakan di umurku yang ke 20 tahun.
"Oouuff.., gimana sayaangg.., heehh..?
Enaakhh..? Aahh.. sstt.. aduuhh.. gilaa..!
Punya kamu.., uuff.. adduhh.., benar
kan dugaan Mbak tadi..? Oouugghh..
gila..! Punya kamu gede banget.. tau
nggak sih..? Aasshhtt.. Menuh-menuhin
bungkusnya, Edaann..! Uuff.. adduuhh.."
rintihan Widya bersahutan dengan
desahan nikmatku.
"Yahh.., ya Mbakk..! Pantesan ya Mbak..,
oouusshh.. pantesan kk.. kata orang
making love itu.., aduuhh.. sshh.. nikmat
sekali..!"
Perlahan Widya mulai menggerakkan
pinggulnya naik turun, sedangkan aku
hanya bisa menggigit bibirku merasakan
desiran nikmat yang baru kali ini
kurasakan. Desiran nikmat itu bertambah
seiring dengan semakin cepatnya
gerakan naik turun pinggul Widya di
pusat selangkanganku. Apalagi begitu
gerakan pinggul Widya bukan hanya
naik turun, tetapi disertai dengan
berputar-putar yang membuat batang
rudalku seperti dipelintir. Seluruh sekujur
tubuhku bergetar, perasaanku terbang
melayang menjemput nikmat yang
teramat sangat. Sementara kedua
tangannyameremas-remas kedua
payudaranya sendiri, seolah ingin
menambah rangsangan untuk dirinya
sendiri.
Sekitar 5 menit kemudian, gerakan
Widya seperti orang kesurupan.
Dia mendesis panjang, matanya terbalik,
"Praamm.., uugghh.. esshhtt.. akhh..
akkuu.. hampir.., yaahh.. yaahh..
yaahh.. Gilaa..! Enak bangett..! Oouuff.."
Dan rintihan itu tiba-tiba terhenti, tubuh
Widya mengejang, sesaat kemudian
Widya menjatuhkan tubuhnya di atas
tubuhku, memeluk leherku kencang dan
mulutnya melumat bibirku dengan buas.
Akusendiri terkejut, entah apa yang
dirasakannya. Yang kurasakan bibirku
nyeri dilumat oleh bibirnya, dan entah
dari mana tiba-tiba pangkal pahaku
terasa basah tersembur cairan hangat
yang mungkin dikeluarkan oleh vagina
Widya.
"Edan kamu Pram..! Hehh.. ssthh.. uuff..,
baru kali ini dalam satu babak Mbak kalah
dua kali..! Ntar dulu ya..? Oohh.."
Habis berkata begitu, Widya menciumi
pipiku lembut dan mesra, sambil
tangannya mengelus rambutku yang
sudah acak-acakkan.
Widya menatapku dengan matanya
yang sayu, "Kayaknya aku kok mulai
sayang kamu ya..? Wah gawat nih Mbak
nggak ingin kehilangan kamu.." Widya
melanjutkan perkataannya.
Aku hanya menatap Widya dengan
pandangan bingung, sementara rudalku
masih tetap menancap dengan
gagahnya di jepitan lubang kemaluan
Widya yang sudah sangat becek itu.
"Mbak.., eengg.. Mbak akhh.. ak.. akuu..,
ee..," belum tuntas ucapanku, Widya
memotong, "Iya sayang, Mbak tau..!
Kamu pingin dikeluarin kan..? Kerasa kok
di memek mbak, kontol kamu
berdenyut-denyut, hi.. hi.. kaciaann..!"
Habis berkata demikian, Widya kembali
menciumi wajahku, lalu menjalar ke arah
leher, terus ke belakang telingaku.
"Kasian kamu sayang..! Coba deh
rasakan ini..?"
Aku hanya bertanya dalam hati, apa
maksud dari perkataan Widya baru saja.
Namun kebingunganku hanya beberapa
detik, karena terjawab oleh remasan
otot-otot di kemaluan Widya yang
meremas-remas sekujur batang rudalku.
"Oohh.., Mbakk.. uuffss.. Mbak..!
Aduhh.. nikmatnya.." desahku tidak
menentu.
Kalau dibiarkan, bisa kacau nih, aku bisa
keluar tanpa memberikan perlawanan
yang berarti.Tanpa mengeluarkan
kemaluanku pada vaginanya, tanpa di
diduga oleh Widya, aku merubah
posisiku, dimana sekarang aku yang di
atas menindih tubuh Widya. Kulihat
Widya sedikit terkejut, namun dia hanya
tersenyum melihat ulahku.
"Gantian ya Mbak..? Sekarang Mbak
istirahat aja menikmati semuanya."
Sambil berkata begitu, aku menaikkan
kedua kaki Widya yang jenjang itu ke
atas pundakku.
"Adduuhh.., kok kamu tau sih posisi
gini..? Posisi kayak gini Mbak paling suka
lho..! Ayoo..! Kok diam saja..? Mbak
'emut' lagi lho kontol kamu sama
memek Mbak, nih rasain..!" ancamnya.
Benar saja, ancamannya betul-betul di
buktikan, kembali kurasakan batang
rudalku terasa diremas-remas dengan
lembut oleh liang kemaluan Widya.
Memang aku kalah jauh pengalaman di
bidang seks, namun dasar sifatku yang
tidak mau kalah, aku mencoba
mengimbangi permainan hisapan vagina
Widya. Perlahan kumulai menggerakkan
batang kemaluanku keluar masuk di
jepitan bibir vagina Widya yang masih
terus mengemut batang kemaluanku.
Dari gerakan perlahan, aku mencoba
menaikkan tempo, semakin cepat
rudalku menggelosor maju mundur
pada lubang kemaluan Widya. Semakin
lama denyutan bibir kemaluan Widya
terasa melemah, seiring desahan
nafasnya semakin keras terdengar
menebar nafsu birahi.
"Iyyaa..! Terus..! Yaahh gituu..! Aduuhh
Pramm..! Enak banget..! Terus tambah
kenceng..!"
Disela-sela rintihan Widya, aku
mendengar kecipak air lendir di setiap
hantaman batangkemaluanku yang
merojok-rojok seisi relung-relung liang
vagina Widya.
Posisi kaki Widya sekarang menjepit
punggungku yang otomatis ikut naik
turun seirama gerakan naik turunnya
pinggulku.
"Oouuhh.., Mbakk..! Aku baru
merasakan enaknya ML ya Mbak..?
Aduuhh.. enakk.. tenan Mbak..!" aku
yang memang baru merasakan
nimatnya bersetubuh dengan seorang
wanita, benar-benarmerasakan
nikmatnya surga duniawi ini.
demi detik tidak kulewatkan, kuresapi
betul phenomena ini dari ujung rambut
sampai ke ujung kaki.
"Pramm.., uuff.. sstt.. Pram.. oohh..,
aduhh Gusti..! Adduuhh.. gawat..! Mbak
mau.. uuffsshhtt.., Mbak mau keluarr..,
yaahh.. teruss..! Dikit lagi.., yaahh..
yaahh.. eesshhtt.. esshh.. aahh..!" terlihat
mata Widya membuka lebar, namun
yang terlihat hanya putihnya saja, entah
dimana pupil hitam di matanya itu,
pelukannya tambah erat, dan jepitan
kedua kakinya tambah kuat menjepit
pinggulku yang semakin cepat
menghantam selangkangannya.
Beberapa detik kemudian, kembali
kemaluan Widya berdenyut-denyut
yang menandakan dia kembali meraih
orgasmenya yang ketiga kali. Sedang
aku entah dikarenakan denyutan liang
kemaluan Widya atau apa, sesaat lagi
seperti akan memuntahkan semua isi
dari batang rudalku. Benar saja,
kenikmatan yang kurasakan itu seperti
merambat naik ke puncak dan terpusat
pada batang kemaluanku.
"Ooouuhh.., Mbak.., adduuhh.. Mbaakk..!
Yaahh.. oouuhh Godd..!" terasa ada
aliran pada batang rudalku menuju
ujung di kepala kemaluanku, dan,
"Sreett.. serr.. sseerr.." entah berapa kali
air maniku menyembur dari pucuk
kemaluanku menyerbu masuk dan
membasahi setiap relung pada dinding
kemaluan di seantero lubang kemaluan
Widya.
Beberapa menit kemudian, "Mbaakk..,
hilang deh perjakaku diambil Mbak
Widya..!" aku pura-pura merengek di
depannya, sementara batang
kemaluanku masih menancap pada
lubang vagina Widya.
"Iya deh maaf yaa..? Kamu menyesal..?"
Widya menyahut sambil mengecup
pipiku dengan perasaan sayang.
Aku hanya menggeleng, lalu
disambungnya lagi, "Pram, Mbak serius
lho, kayaknya Mbak ada perasaan
sayang deh sama kamu. Kepolosan dan
kejujuran kamu itu yang membuat Mbak
suka kamu. Tadinya Mbak hanya mau
membalas perlakuan pacar Mbak itu, tapi
kok rasanya malah memang Mbak
sayang kamu. Lagian kejantanan kamu
jauh di atas dia, Mbak sampai kepayahan
menahan gempuran kamu. Kamu tau
kan Mbak tadi orgasme sampai tiga
kali..?"
Aku mengangguk, "Iya Mbak, aku tahu,
Mbak tadi keluarin lendir tiga kali,
pertama pakai mulutku, yang kedua dan
ketiga pakai si 'Adek'..!"
Aku mengibaratkan batang rudalku
dengan sebutan 'Adek'. Mbak Widya
tersenyum mendengar perkataanku tadi,
"Hemm.., boleh juga tuh, nama
kesayangan kontol kamu 'Adek' aja ya..?
Iya nih, si 'Adek' bikin Mbak dehidrasi,
kekurangan cairan tubuh..!"
Terasa batang rudalku berangsur lemas,
dan tidak lama kemudian tercabut
dengan sendirinya dari segala
kehangatan dan kebasahan pada liang
surga milik Mbak Widya ini. Kulihat
cairan maniku tumpah kembali keluar
bercampur dengan lendir milik Mbak
Widya. Sekonyong-konyong Mbak
Widya menempelkan telapak tangan
kanannya di mulut kemaluannya sendiri.
Aku terbengong menyaksikan ulahnya,
"Mau ngapain nih orang..?" batinku.
Seperti mengetahui akan kebingunganku,
Widya hanya tersenyum, lalu dia
berkata, "Pram, mani seorang perjaka
konon rasanya sangat lezat, makanya
Mbak ingin mencicipi mani kamu. Toh
tadi kamu juga udah ngerasain cairan
lendirku kan..? Apa salahnya kalau Mbak
juga ingin merasakan dan mencicipi
sperma kamu..?"
Setelah dirasa cukup, Widya menarik
tangannya yang tadi menutupi
selangkangannya, terlihat di telapak
tangannya penuh dengan cairan
spermaku. Tanpa ragu-ragu cairan
sperma di telapak tangannya dibawa ke
depan mulutnya dan langsung direguk
perlahan, sambil dikecap terlebih dahulu
dengan matanya sedikit terpejam, seolah
Widya sedang menikmati sebuah
minuman terlezat yang pernah
dirasakannya.
Diseruput sedikit demi sedikit sampai
akhirnya cairan sperma itu habis. Seperti
tidak puas, telapak tangannya dijilat
seolah tidak rela ada sisa spermaku yang
tertinggal di telapak tangannya.
Aku tertegun dan meringis dengan
semua ulah Widya, "Nggak jijik toh
Mbak..? Apa sih rasanya, kayaknya kok
sampai segitunya..?"
Widya langsung menyahut ucapanku,
"Lho kamu sendiri tadi apa nggak jijik
menghisap habis lendir Mbak..? Hayo..?
Air mani kamu bener-bener lezat, gurih
nggak seperti air mani pacar Mbak, bau..!
Kalau lagi berkencan dengan dia terus
sperma dia keluar, Mbak sampai
muntah. Gimana ya..? Sperma kamu
bener-bener putih dan bersih, Mbak suka
banget dengan sperma kamu, bikin
Mbak ketagihan deh kayaknya."
Kemudian kami membersihkan diri dan
kulihat jam sudah menunjukkan pukul
05:00 dini hari. Sambil berpelukan, kami
pun terlelap bersama.
Demikianlah, setelah itu kami masih
sering mengulangi perbuatan itu pada
beberapa kesempatan, sampai akhirnya
Widya kembali ke pacarnya yang dulu
dan kudengar mereka akhirnya menikah.
Kalau diingat kembali, aku hanya
tersenyum sendiri dengan pengalaman
pertamaku bersetubuh dengan seorang
wanita. Ya, dengan Widya lah pertama
kali kurasakan nikmatnya tubuh wanita
dan yang merenggut keperjakaanku.


Adult | GO HOME | Exit
1/1152
U-ON

inc Powered by Xtgem.com